Minggu, 30 Desember 2007

RUANG LINGKUP DAN MANFAAT ILMU POLITIK HUKUM

Ruang lingkup atau wilayah kajian (domain) disiplin politik hukum adalah meliputi aspek lembaga kenegaraan pembuat politil hukum, letak politik hukum dan faktor (internal dan eksternal) yang mempengaruhi pembentukan politik hukum suatu negara. Politik hukum adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman, tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga kepada pebngadilan yang menetapkan undang-undnag dan juga kepada para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan.
Politik hukum dalam perspektif akademis tidak hanya berbicara sebatas pengertian di atas an sich tetapi mengkritisi juga produk-produk hukum ynag telah dibentuk. Dengan demikian, politik hukum menganut prinsip doble movement, yaitu selain sebagai kerangka pikir merumuskan kebijakan dalam bidang hukum (legal policy) oleh lembaga-lembaga negara yang berwenang, ia juga dipakai untuk mengkritisi produk-produk hukum yang telah diundangkan berdasarkan legal policy di atas. Ruang lingkup atau wilayah kajian politik hukum sebagai berikut :
  1. Proses penggalian nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat oleh penyelenggara negara yang berwenang merumuskan politik hukum
  2. Proses perdebatan dan perumusan nilai-nilai dan aspirasi tersebut ke dalam bentuk sebuah rancangan peraturan perundang-undangan oleh penyelenggara negara yang berwenang merumuskan politik hukum
  3. Penyelenggara negara yang berwenang merumuskan dan menetapkan politik hukum
  4. Peraturan perundang-undangan yang memuaty politik hukum
  5. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan suatu politik hukum,baik yang akan, sedang dan telah ditetapkan
  6. Pelaksanaan dan peraturan perundang-undangan yang merupakan implementasi dari politik hukum suatu negara
Dalam hal ini, politik hukum secara umum bermanfaat untuk mengetahui bagaimana proses-proses yang tercakup dalam enam wilayah kajian itu dapat menghasilkan sebuah legal policy yang sesuai dengan kebutuhan dan rasa kedailan masyarakat. Enam wilayah kajian itu tentu saja bersifat integral satu sama lain.
Ruang lingkup pertama merupakan tahap awal dari kajian politik hukum. Pada tahap ini kita ingin mengetahui apakah nilai-nilai (values) dan aspirasi yang berkembang adalam masyarakat telah diakomodasi olehpenyelangggara nagara yang merumuskan politik hukum atau bahkan mungkin sebaliknya. Kajian terhadap bidang ini penting untuk dilakukan kerena secara substansial, hukum tidak pernah lepas dari struktur rohaniah masyarakat yang bersangkutan, atau masyarakat yang mendukung hukum tersebut. Itu artinya, bila hukum itu dibangun di atas landasan yang tidak sesuai dengan struktur rohaniah masyarakat, bisa dipastikan resistensi mnasyarakat terhadap hukum itu akan sangat kuat. Nila itu dikaitkan dengan teori keberlakuan hukum, hukum yang baik memenuhi syarat sosiologis, filisofid, dan yuridis.
Agar resistensi masyarakat itu tidak terjadi dan syarat keberlakuan hukum terpenuhi, para penyelenggara negara yang berwenang menarik dan merumuskan nilai-nilai dan aspirasi itu dalam bentuk tertulis harus peka terhadap kedua hal tersebut. Namun, disinilah letak permasalahannya, lembaga kenegaraan yang berwenang menetukan politik hukum atau meminjam istilah Teuku Mohammad Radhie, legal framework, yaitu sebuah kerangka umum yang mmeberikan bentuk dan isi dari hukum suatu negara bukan lembaga yang genuine dari berbagai kepentingan. Di dalam lembaga-lembaga negara itu berkumpul bebrbagai kelompok kepentingan yang terkadang lebih mementingkan aspirasi kelompoknya daripada aspiarasi masyarakat secara umum.

APLIKASI
Dalam hal ini kita dapat melihat dan memberikan contoh berupa Peraturan daerah yang dibuat oleh penyelenggara daerah yakni gubernur dalam alat perlengkapan daerah lainnya. Peraturan daerah ini dapat dicontohkan oleh Daerah Istemewa Aceh yang mendapat ototnomi daerah berupa peraturan yang megacu pada hukum Islam yakni rohaniah dari masyarakat. Akan tetapi Peraturan Daerah tersebut harus mengacu pada politik hukum di Indonesia yakni berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila.

Pada tahap inilah disiplin politik hukum mengajak kita untuk mengetahui bahwa hukum sarat dengan warna politik atau lebih tepatnya, bahwa hukum harus dipandang sebagai hasil dari suatu proses politik. Ditambah lagi, subsistem politik dianggap lebih poserful dibandingkan subsistem hukum. Artinya, subsitem politik memiliki konsentrasi energi yang lebih besar daripada subsistem hukum. Hal ini mengakibatkan apabila hukum berhadapan dengan politik, maka ia berada pada kedudukan yang lebihlemah. Subsistem politik mempunyai tingkat determinasi yang lebih tinggi daripada subsistem hukum, karena hukum merupakan hasil atau kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi dan saling bersaingan.
Dari asumsi dasa ini lah hendak mengatakan bahwa hukum tidak boleh diterima begitu saja secara apa adanya tanpa mempertimbangkan latar belakang yang bersifat non-hukum yang kemudian sangat determinan dalam mempengaruhi bentuk dan isi suatu produk hukum tertentu. Bagian ini menjadi wilayah kajian kedua, ketiga, dan kelima dari disiplin politik hukum. Adapun wilayah kajian yang keempat merupakan konsekuensi logis dari wilayah kajian politik hukum kedua dan ketiga. Pada wilaytah kajian keempat kiata akan mengetahui pada tataran peraturan perundang-undangan yan aman sutau kebijakan hukum sebuah negara dapat ditemukan.
Pada wilayah kajian keenam yang sebenarnya berkaitan erat dengan wilayah kajian kelima, disiplin politik hukum mengajak untuk mengkritisi proses pelaksanaan dari peraturan perundang-udangan yang telah ditetapkan. Kajian ini diarahkan pada sejauh mana peraturan perundang-undangan itu memnuhi unsur-unsur kepetutan untuk dapat diterapkan dan memenuhi juga prinsip praktisfungsional. Kajian ini bisa dikatakan sebagai satu bentuk otokritk terhadpa kebijakan hukum yang telah diterapkan. Otokritik ini bermanfaat untuk mengevaluasi sebuah poltik hukum dan peraturna perundang-undangan yang dibentuk dan dilaksanakan berdasarkan politik hukum tersebut.
Bila setelah dievaluasi ternyata politik hukum dan impementasinya dalam peraturan perundang-undangan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, keduanya harus diperbaharui sesuai dengan rumusan yang baru. Ini dimaksudkan agar hukum senantiasa sesuai dengan dinamika yang terus terjadi dalam masyarakat.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

good article

Unknown mengatakan...

sangat bermanfaat , klik disini juga Buku: Perkembangan Hukum Tata Negara